Rabu, 19 Desember 2012

Up All Night - ONE DIRECTION

It feels like we veen living in fast-forward
Another moment passing by
The party's ending but its now or never
Nobody's going home tonight

Katy Perry's on replay
She's on replay
DJ got the floor to shake,
the floor to shake
People going all the way, 
yeah all the way
Im still wide awake

Chorus:
I wanna stay up all night and jump arround until we see the sun
I wanna stay up all night and find a girl and tell her she's the one
Hold on to the feeling
And dont let  it go
Cause we got the floor now
Get out of control
I wanna stay up all night and do it all with you

Up all night
Like this, all night, (hey)
Up all night like this, all night, (hey)
Up all night!

Dont even care about the table breaking
We only wanna have a laugh
(up-up-up all night)
Im only thinking 'bout this girl im seeing
I hope you wanna kiss me back
(up-up-up all night) 

Katy Perry's on replay
She's on replay
DJ got the floor to shake,
the floor to shake
People going all the way, 
yeah all the way
Im still wide awake

(CHORUS) 

Up all night
Like this, all night, (hey)
Up all night like this, all night, (hey)
Up all night!

Katy Perry's on replay,
She's on replay,
(We're gonna wanna say up all night)
DJ got the floor to shake,
The floor to shake,
(Up all night, up all night, we're gonna wanna say up all night)
(Up all night, up all night, we're gonna wanna say up all night)

(CHORUS)


One Direction - Last First Kiss ( Lyrics + Pictures )

One Direction - More Than This ( Lyrics + Pictures )

Broken Family [5]

'Ibu..bertahanlah, bu!', ucapku dalam hati. Entah apa yang mesti kuperbuat. Jika membela ibu, aku akan mendapat memar baru. Tapi, hanya melihat dari kejauhan juga bukanlah hal yang baik.

Beberapa menit aku berpikir. Dan kutemukan jawaban yang benar. Ya, aku akan ke sana dan melawan makhluk jahat itu. Aku tak tahu mengapa ada orang berkepribadian sama dengan ayah. Apa sih, yang mereka mau? Kurasa menyiksa orang bukanlah hal yang menyenangkan atau menarik untuk dilakukan. 

"Apa-apaan, kau!? Saat aku tertidur pulas, kau berani menyiksa ibuku? Dasar rendah!", bentakku. Tanpa basa-basi, kerah piyamaku diangkat ke atas dan aku dilemparkan ke rak buku. Kau tahu, rak buku itu terbuat dari kayu jati yang sangat kuat. Walau hanya terpeleset menabrak kayu jati itu, bisa saja mati. Dan aku? Aku dilempar ke rak buku itu. Sakit sekali. Ternyata dugaanku benar. Pasti menambah satu memar lagi.

Pergelangan tangan kananku patah. Entah apa yang bisa kuperbuat untuk menyelamatkan ibu. Tapi, demi ibu..masa bodoh aku harus mati!

Dari belakang sudut yang tak bisa ia lihat, aku mengambil kursi dan kulemparkannya ke punggung Mr.Daniel. Tak puas hanya satu kali, aku terus melemparkan kursi, vas kayu, dan berbagai barang lainnya. Aku geram melihat makhluk sepertinya. Menjijikkan, rendah, egois, dan pecundang! Aku tak akan pernah puas melemparinya dengan berbagai barang. Aku ingin membunuhnya! Aku ingin menyetrumnya dengan kabel, dan membutakan matanya dengan bubuk lada yang ingin kutebarkan. Tiada ampun..tiada ampun bagi makhluk seperti ini.

"Apa yang kau lakukan, bocah bodoh!?", bentaknya padaku. Dia sama sekali tak melemah. Aku tak tahu barang apa lagi yang bisa kulemparkan padanya. Pada makhluk biaIdab yang hanya bisa menyiksa orang dengan wajah tersenyum. 

"Jangan sebut aku bodoh! Ucapan itulah yang harus kau katakan pada dirimu sendiri. Pada dirimu yang kotor oleh sifat iblis di dalamnya.", jawabku dengan lantang. Aku tak akan gentar sampai ibu selamat. Seseorang, tolonglah datang..

Ibu hanya bisa tercengang melihat sikapku yang berani. Ibu hanya tahu aku dengan sikap penurut seperti robot tanpa banyak omong. Tapi aku bukan robot, bu. Aku masih bisa memilih yang mana yang benar, yang mana yang mesti kubela. Dan mana yang pantas dan mesti kubunuh!

Mr.Daniel tiba-tiba berjalan ke arah kotak perkakas raksasa. Dia mengambil sebatang kapak dan sebilah pisau untuk membereskan kami. Membereskan aku dan ibu yang tak bersalah.

"Kau tak perlu melawanku, Serra. Sebab kau akan mati sekarang..", katanya sambil tersenyum menyeringai.

"Hahaha! Kau tahu, aku sudah terbiasa dengan alat semacam itu. Tak adakah yang lebih tajam? Haha!", jawabku dengan lantang. Selagi ia sibuk meladeniku, aku memberi isyarat pada ibu untuk menyerangnya dari belakang dengan pisau yang ada di sebelahnya. 

"Jangan meremehkanku, anak kecil..", jawabnya yang terlihat emosi. Emosinya terpancing. Aku tak peduli lagi dengan nyawa dan misiku untuk merubah ayah. Sekarang ini, aku hanya berniat membunuh makhluk iblis ini. 

"Siapa yang meremehkanmu? Aku bukan meremehkan. Memang kau tak pantas untuk dilawan. Badanmu tidak tangguh. Tidak gagah, tidak terlihat perkasa. Hanya tumpukan lemak di perutmu.  Lemak itu akan memudahkanku untuk melawanmu. Lagi pula, aku heran dengan tubuhmu itu. Tubuhmu terlalu kurus seperti wanita, dan tidak gagah selayaknya lelaki. Aku jadi mempertimbangkan. Sebenarnya, kau pria atau wanita? Dan aku heran, kenapa ibuku mau menikahi lelaki berpostur tubuh jelek begini? Kalau aku jadi ibu, aku akan lebih memilih single selalu dari pada menikahi lelaki macam kau yang sifatnya sangat memalukan. Sangat menjatuhkan imageku.", celotehku untuk membuat perhatiannya teralihkan hanya padaku.  

Ibu sedang berusaha meraih pisau yang ada di sampingnya. Tangan ibu keseleo dan tak bisa di gerakkan. Begitu juga aku. Tanganku sudah memar sampai membiru.

"JANGAN MENCELAKU, BO..", belum sempat Mr. Daniel mengucapkan kalimatnya, ibu berhasil menusuk punggung Mr.Daniel. Dia melemah dan tak sadarkan diri. Aku memeluk ibu dan mengatakan,

"Kenapa ibu tak bilang padaku kalau ibu juga disiksa di sini? Kenapa bu..?", tanyaku pada ibu sembari memeluknya erat.

"Ibu tak mau menyusahkanmu dan ayahmu, Serra. 'juga'? Maksudmu, kamu pun disiksa!?", jawab ibu sambil terkejut. Penyiksaan ayah tak pernah kuberitahu ke siapapun kecuali keluarga Shiona dan Andie.

"Ayah terpuruk setelah ibu menceraikan ayah dengan alasan tak jelas. Ayah melampiaskan kekesalannya ke kakak. Dan kakak stress akibat perlakuan ayah tersebut. Lalu kakak yang tak kuat akan siksaan ayah, ia pun melampiaskannya padaku. Tak jarang ayah menampar dan menendangku. Tapi, aku tak pernah melawan dengan alasan, ayah dan kakak pasti bahagia jika aku terus disiksanya.", ucapku panjang lebar. Kujelaskan semua yang terjadi di rumah selagi ibu bersama Mr. Daniel.

"Maafkan ibu, Serra..", ucapnya sambil menangis tersedu-sedu. Aku hanya menangguk dan memeluknya erat. 

Tiba-tiba terdengar bunyi mobil polisi. Aku tak tahu siapa yang menelepon polisi untuk datang kemari. Tapi, siapapun yang memanggil polisi, aku sangat berterima kasih.

Mobil polisi berdatangan dan menyerbu rumah ibu dengan pistol di genggaman tangannya.
Kami diselamatkan dan di bawa ke rumah sakit terdekat dengan ambulans. Mendengar berita ini, ayah dan kakak langsung ke rumah sakit untuk menjengukku. Aku tak percaya ayah dan kakak datang dengan air mata berlinang. Mereka langsung memelukku dan mengucapkan,

"Maafkan ayah, Serra. Entah makhluk apa yang telah merasuki jiwaku. Ayah sungguh minta maaf atas kesalahan ayah padamu. Memar di tanganmu ini..semuanya karena ayah kan? Ayah memang tak pantas menjadi orang tuamu.", 

"Aku juga minta maaf, Serra. Memar di sekujur tubuhmu, kuyakin akan hilang dalam waktu dekat ini. Pasti akan hilang oleh kebaikan hati dan kesabaranmu menghadapi kami semua.", kata kak Jessy, kakakku.

"Ibu juga minta maaf, Serra. Ibulah yang menyebabkan keluarga yang kau cintai rusak.", ucap ibu sambil mengecup dahiku.

"Kalian tidak salah, kok.  Kalian tahu, aku mengorbankan nyawaku hanya untuk mengembalikan dan menyatukan kalian kembali. Memang benar, hanya untuk keluarga yang kucinta. Selama ini, yang kuharapkan hanyalah membuat ayah, kakak, dan ibu kembali kepelukkanku. Kalian sangat berharga bagiku. Aku rela mengorbankan nyawaku. Hanya untuk kalian. Keluarga yang kucintai..", kataku sambil memeluk ayah, ibu, dan kakak erat.

"Kau tahu, permohonanmu telah terkabul. Sekarang aku, dan ayah telah kembali seperti sedia kala. Berkat perjuanganmu untuk keluarga ini. Terima kasih, Serra.", kata kakak sambil menangis.

"Siapa bilang telah terkabul? Aku masih berharap ayah dan ibu rujuk kembali.", kataku sambil menatap ayah dan ibu.

"Ka-kalau Natasha mau, aku akan rujuk kembali.", jawab ayah dengan tersipu-sipu.
"A-aku mau kok. Demi anakku yang telah memperjuangkan keluarga ini.", kata ibu sambil memeluk ayah. Aku dan kakak yang melihatnya hanya tercengang melihat ibu yang tiba-tiba memeluk ayah.

Beberapa jam kemudian, Navy, Mrs. Rosse, dan Andie datang menjengukku. Rupanya, merekalah yang memanggil polisi saat melihat Mr.Daniel melemparku ke rak buku. Mereka tak bisa masuk secara gegabah dan karena pintunya pun dikunci. Aku sangat berterima kasih pada mereka. 

Saat sedang berbincang-bincang, tiba-tiba dari pintu kamarku, terlihat sosok Mr.Daniel dengan luka babak belur sambil mengucapkan,

"Kalian tak akan bersenang-senang selagi Serra masih hidup. Akan kubalaskan dendamku pada Serra..", katanya sambil tertawa menyeringai. Ini suasana yang sangat horror.

"Ka-kau masih hidup!?", seruku sangat terkejut dengan kedatangannya.

Tuhan, setelah permohonanku terkabul, dan keluargaku kembali lagi..kau berikan lagi aku ujian? Kupikir aku bisa hidup tenang setelah menghabisi Mr.Daniel. Tak kusangka dia dendam padaku.

Apa aku harus diserang lagi oleh makhluk ini? Apa aku harus merasakan lagi pedihnya disiksa? Tuhan, terima kasih telah mengabulkan permohonanku yang pertama. Namun kumohon, buatlah hidupku nyaman. Walau kutahu, hidup tak pernah mulus. Tapi, tak cukupkah siksaan yang kuterima selama ini?

[will be continue~]

Selasa, 18 Desember 2012

Broken Family [4]

Kupikir ini hari yang menyenangkan karena aku bisa bertemu dengan Andie dan bersenang-senang bersama Navy. Tapi semua kebahagiaan itu, lenyap begitu saja saat aku bertemu sesosok orang yang tak pernah kuimpikan untuk datang ke hadapanku. Ayah muncul seolah selalu tahu di manapun aku berada. 

"Serra! Pulang!", seru ayah padaku. Aku tak gentar sama sekali. Aku masih ingin berada di tengah-tengah Andie dan Navy. Tak pernah kuinginkan untuk kembali disiksa dan dianggap sampah oleh keluargaku sendiri.

"Jangan memerintahku! Urus saja perusahaan, dan rasa sakit ayah yang berlebihan! Tak usah pedulikan aku. Untuk apa aku pulang hanya untuk kau siksa? Untuk apa aku pulang hanya untuk dijadikan tempat pelampiasan rasa sakitmu pada ibu? Sikapmu sungguh rendah, ayah!", seruku sambil mencela ayah. Ini suasana yang tepat untuk mengungkapkan apa yang telah kupendam selama ini. Rasa sakit yang kupendam, kuharapkan bisa keluar saat ini juga.

"Kau...berani sekali!", bentak ayah sambil menamparku. Pipiku merah. Tamparan ayah sangat keras dan membuat pipiku memar. 

Lalu, dengan spontan, Andie dan Navy melindungiku. Navy memelukku agar aku tenang. Dan Andie berkata pada ayah,

"Aku tak tahu alasannya. Aku tak tahu mengapa anda menyiksa Serra seperti yang dikatakannya. Aku sama sekali tak mengerti apa alasanmu berniat membunuh anakmu sendiri! Sikapmu itu sungguh rendah. Aku tak tahu permasalahannya. Yang kutahu hanyalah, rasa sakit Serra pada kekerasan yang kau lakukan. Sikapmu itu terlihat seperti pecundang!", seru Andie. Ayah kaget mendengar ucapan Andie yang sungguh berani dan bijak. 

Kami lalu berlari pulang ke rumah Navy. Memarku diobati. Saat diobati, rasanya seperti menyiram luka bakar dengan air garam. Perih sekali. Namun rasa perihku, tak sesakit dengan rasa kecewaku pada sikap ayah. Selama diobati, aku menangis terus-menerus. Bukan karena perih. Karena aku..aku sangat mencintai keluargaku. Dan ayah sendirilah yang membunuh keluarganya sendiri. Itulah yang kutangisi. Hanya itu.

Kekerasan yang ayah lakukan memang sudah kelewat batas. Tapi, sebagai anak, aku tak bisa melaporkan ayah ke polisi. Aku masih menghargai ayah sebagai orang yang sangat berjasa. Jasa orang tua tak akan bisa dibalas oleh apapun selain dengan pengorbananku. Setelah insiden ini, aku seperti orang gila. Aku sering melamun saat istirahat dan menangis di kamar mandi setelah pulang sekolah.

Sepanjang perjalanan, aku hanya diam sambil menatap jalanan yang sepi. Navy dan Andie yang selalu pulang bersamaku pun, hanya bisa terdiam melihat sikapku. Mereka pikir, itu wajar untuk seorang anak yang syok oleh perlakuan ayahnya. Perlahan aku berpikir..mungkin aku akan keluar dari rumah Navy dan pergi ke tempat yang lebih baik. 

"Seharusnya kau laporkan ke polisi. Itu sudah tindak kriminal, Serra!", seru ibu saat melihat perubahan sikapku.

"Itu sama saja aku membunuh ayahku dengan cara membusukkannya di penjara.", jawabku dengan ekspresi datar.

"Bagus, kan? Kau tak mau ketemu ayahmu kan?", kata ibu sambil mengusap rambutku. Aku menepis tangannya dan berkata,

"Bagaimana bisa ibu berkata demikian!? Ayah tetaplah ayah yang telah merawatku! Jika ayah mati karena kulaporkan ke polisi, aku tak akan pernah tenang! Aku akan selalu merasa bahwa aku telah membunuh! Jangan sepelekan itu, bu!", bentakku sambil berlari ke kamarku. Kukunci pintu dan aku menangis sepuasnya. Sudah berbulan-bulan aku terus menangis tiap hari. Air mataku telah kering rasanya.

=oOo=

"Bu, aku ke pasar dulu, ya. Mau beli jagung, sayur, mie yamin, ayam, ketan, dan koran.", kataku pada ibu saat masih pagi jam 6.35 AM.

"Baiklah. Hati-hati, ya. Beliin ibu shiomay ya.", jawab ibu padaku. Aku hanya mengangguk dan berlalu. 

Saat di pasar, sungguh aku kaget. Aku bertemu seorang wanita. Wajahnya mirip sekali dengan ibu. Saat melihatnya, aku langsung pulang ke rumah menghindari wanita itu. Saat sampai, ibu bertanya kenapa aku tergesa-gesa seperti itu.

"Aku bertemu ibu.", jawabku.

"Lalu?", tanya ibu lagi.

"Ibu masih terlihat seperti dulu. Berbulan-bulan aku berpikir. Dan kutemukan titik cerahnya. Aku tak mau merepotkan keluarga ini terus. Aku akan pindah.", jawabku.

"Ke mana!?", tanya ibu kaget mendengar ucapanku yang terlalu tiba-tiba.

"Ke rumah ibu. Aku tahu alamatnya. Dia sekarang ada di Mongalnia Estate. Perumahan dekat sini.", jawabku dengan air mata tertahan. Aku tak mau air mataku menetes lagi. Aku tak mau.

"Kau yakin?"

"Keputusanku sudah bulat, bu. Aku harus pindah. Kumohon jangan beritahukan ke siapapun. Besok aku akan berangkat jam 4.30 AM. Saat kalian masih tertidur. Agar tak ada yang menangisi kepergianku."

Keputusanku tak akan bisa diganggu gugat lagi. Tekadku sudah bulat. Dan kupastikan, ibu akan menyambutku.

=oOo=

4.33 AM. 
Aku akan keluar dari rumah ini. Aku tinggalkan sepucuk surat yang berisi; 

Dear, Shiona Family.
Navy, terima kasih telah mengizinkanku tinggal di rumahmu. Kuharap kau tak keberatan jika aku pindah ke tempat lain. Sungguh, bukan karena aku merasa tak nyaman. Memang aku tak nyaman. Tak nyaman karena terus membebani keluargamu. Navy Shiona, kau begitu baik dan rendah hati padaku. Aku tak pernah menyalahkanmu sebagai alasan aku pergi dari rumahku. Pergi dari rumahku, memang sudah impianku sejak dulu. Jadi, jangan pernah kau merasa bersalah, ya.

Mrs. Rosse Shiona. Ibu, makasih telah menampungku di sini tanpa rasa pamrih. Aku bukan anak yang baik karena telah merepotkan keluargamu. Semua yang kulakukan di sini..adakah yang berguna bagimu? Sudahkah aku membalas jasamu? Belum. Namun, jasamu akan kubalas suatu saat nanti. Kuharap kau mau menungguku sampai aku bisa membuat ayah jera dan berubah seperti sedia kala.

Keluarga Shiona, kalian tak akan kulupakan. Sekalipun harus mati, aku akan membayar jasa kalian. Jangan khawatirkan aku. Aku akan baik saja jika kalian terus mendukungku dan menemaniku. Sekali lagi, terima kasih banyak. Aku sayang kalian.

Serra Shie.

Hanya surat itu yang bisa kuberikan pada keluarga Shiona ini.

=oOo=

Saat sampai, ibu kaget akan kehadiranku yang sangat tiba-tiba. Namun, ia senang dengan kehadiranku. Suaminya yang sekarang ini terlihat tampan dan baik. Aku bersenang-senang bersama mereka siang ini.

Saat malam tiba, mereka menyuruhku tidur dan menyelimutiku dengan selimut tebal yang hangat. Dengan cepat, aku pun tertidur pulas dengan mimpi yang indah. Namun, semua mimpiku terpecah saat kudengar orang membentak dan memecahkan barang. Tak kusangka. Mr. Daniel, suami ibu yang baru, ternyata makhluk dengan kepribadian yang sama seperti ayah.

Kupikir ibu bahagia di sini bersama suaminya. Tapi, yang kulihat sangat berbeda. Ibu tersiksa dengan sikap suaminya. 

Jadi, selama ini...ibu pun mengalami hal yang sama denganku? 
Ibu, tolong jelaskan. benarkah apa yang kulihat ini? 

[will be continue!]

One Direction - funny moments~~

One Direction Funny Moments!