Selasa, 18 Desember 2012

Broken Family [3]

"Huh!? Jangan bodoh, kau! Aku tak sudi membayarmu hanya untuk kembali ke rumah menggelikan ini! Tidak akan, sekalipun kau mencium kakiku!!", jawabku dengan emosi yang tak bisa l

"Siapa juga yang mau mencium kakimu!?", bentaknya padaku. Perdebatan ini, membuat rasa sayang dan cintaku pada keluarga ini berkurang. Jika mereka tidak mempedulikanku, maka aku takkan mempedulikan mereka! Takkan kubiarkan nyawaku habis ditelan ayah!

"Kenapa..sejak ayah diceraikan ibu, ayah jadi seperti monster yang kehausan darah. Dan kakak seperti pembunuh berdarah dingin. Sedangkan aku? Aku hanya korban perebutan nyawa dari monster dan pembunuh. Kalian..kalian pembunuh! Jangan perlakukan aku layaknya boneka mati yang tak berharga! Aku juga ingin hidup seperti anak-anak lain. Tak mengerti kah kau, kak? Aku tak dendam pada kalian. Karena kutahu, suatu saat nanti kalian pasti berubah. Meski harus menunggu selama berabad-abad, aku akan menunggu perubahan sikap kalian. Walaupun harus mati. Karena aku cinta..aku cinta keluarga ini.", kataku panjang lebar sembari menarik tangan Navy keluar. Aku pun akan keluar dari rumah ini. Rumah menyedihkan tempatku disiksa. 

Kami memutuskan untuk kembali ke rumah Navy sementara waktu. Kata Navy, aku bisa tinggal di rumahnya jika aku nyaman.

Setelah bernegoisasi dengan ibunya Navy, akhirnya aku boleh tinggal di sini. Ibunya ramah dan cantik sekali. Rumah yang sederhana tak membuat keluarga ini rusak. Mereka hidup bersama dan bahagia di rumah sederhana ini. Itulah yang kuinginkan. Tak perlu rumah besar dengan fasilitas lengkap, aku hanya ingin dihargai di rumahku sendiri. Aku hanya ingin diperlakukan selayaknya manusia. Bukan boneka yang tidak apa-apa biarpun ditusuk berkali-kali. Tapi, aku bukan boneka. Aku manusia. Yang masih memerlukan cinta dari keluarganya. Aku bukan anak kecil yang merepotkan keluarganya. Aku tak mau dianggap demikian.

Ayahnya Navy sudah meninggal saat kecelakaan pesawat dua tahun yang lalu. Saat ibunya menceritakan itu, Navy meneteskan air matanya terus menerus. Aku pun memeluknya agar tangisannya mereda. Ayahnya sangat baik dan ramah. Tak keras seperti ayah. Tak kejam seperti ayah.


=oOo=

"Heeei! Bangun kalian! Jam berapa ini? Sekolah!", seru ibunya Navy. Ibunya Navy? Sudahlah. Sebut saja ibu.

"Sekolah? Aku kan tidak akan sekolah jika ayah tak membayar sekolahku.", jawabku kebingungan.

"Sekarang kau tetap sekolah. Aku yang membiayaimu!", kata Ibu dengan lantang.

"Apa? aku..dibiayai olehmu?", tanyaku.

"Tidak sopan! panggil aku ibu. cepat pergi ke kamar mandi. Dan bersiap-siaplah!", katanya sambil menepuk-nepuk pantatku.

Keluarga ini sangat bahagia. walaupun tidak komplit karena ayahnya meninggal, tetap saja hidup bahagia dengan cinta keluarga. Navy pasti sedang. Ayah terlalu terpuruk dengan perceraian itu. sesekali ingin kubentak agar tidak terlalu terpuruk dengan hal seperti itu. Tapi, tentu kalian tahu. Jika aku membentaknya, sama saja aku minta dibunuh olehnya. Dan jika aku dibunuhnya, mungkin sudah dari tahun lalu aku binasa.

Di rumah ini tidak ada kata 'menyiksa'. Di sini hanya ada keharmonisan yang membuat mereka bahagia sekalipun tak ada kepala keluarga di sampingnya. Padahal, kepala keluarga sangat penting untuk membiayai keluarga. namun, mereka tetap kuat dengan cara membuat usaha kecil-kecilan. Ibunya pandai menjahit. Sekarang baru pemula. Tapi kuyakin, dengan keharmonisan dan cinta keluarga, ibunya pasti akan menjadi designer terkenal.

Ayah beda sekali dengan ibunya Navy. Ayah jadi sering mabuk-mabukkan. Sekarang, Ayah termasuk salah satu orang yang berkepribadian buruk yang pernah kulihat.

Sikap kakak..aku masih bisa memakluminya. Beribu-ribu kali dia menganiayaku, aku diam. Aku tahan agar kakak tetap bahagia. Sekarang ini, kebahagiaanku tak penting lagi. Kebahagiaan keluargakulah yang sedang kuperjuangkan.  Tak perlu Ayah memaksaku untuk rajin belajar. Aku akan tetap belajar agar ayah bangga. Mungkin dengan begitu, sifat ayah yang buruk akan musnah seiring berjalannya waktu.

Namun, prestasiku, keberhasilanku, kerja kerasku, dan pengorbananku hanyalah sampah di matanya! Aku dianggap sampah olehnya! Aku tak pernah dianggap ada. Meninggalkanku ke luar kota karena dianggap memalukan. Aku sakit, Ayah! jangan perlakukan aku seperti itu! Sering kali aku ingin membunuh Ayah. sering kali aku ingin membunuh ibu yang semena-mena dan kakak yang egois. Tapi, apa daya? mereka keluargaku. aku sudah terlanjur cinta pada keluargaku sendiri. Mustahil bagiku untuk membunuh mereka. Sangat mustahil.


=oOo=

Selesai mandi, aku berkemas-kemas barang untuk sekolah. Di sekolah yang baru, ta.ak ada seragam. Semuanya pakai baju bebas.

Yak! Aku siap dengan celana jeans dan T-shirt warna ungu. Sangat simpel dan sederhana.

"Ckck. Apa-apaan pakaianmu ini?", tanya Ibu padaku.

"Je-jelek ya?", jawabku gugup. Aku memang sangat tidak modis karena tak pernah diperlihatkan baju-baju lucu jaman sekarang.

"Wajahmu cantik sekali. Sini kuperbaiki.".

Dan, jadilah aku. Dengan rok jeans dan T-shirt hijau serta jaket jeans yang lucu. Aku memakai sepatu boots berwarna biru dengan bandana warna hijau. Ibu benar benar modis!!

Aku akan sekolah di Undertaker Child School. Sekolah macam apa itu pun, aku tak tahu. Jalani saja. Dan sekarang, akan kucoba untuk tidak mengalah. Aku akan membela diriku.


=oOo=

Teng~ ohyeah Teng~ ohyeah Teng~ Teng~
Bel masuk sekolah berdenting. Semua murid dengan serempak menyerbu kelas masing-masing dan duduk rapi di tempat duduknya. Aku masuk kelas 6A. Karena aku lulus ujian penentuan kelas dengan nilai tinggi.

"Murid-murid! perkenalkan. Ada murid baru. Silahkan nak, perkenalkan dirimu.", seru Ms. Luna. Wali kelas 6A.

"Baik. Nama saya Serra Shie. Pindahan dari Ririchiyo School. Sekian.", kataku dengan sangat singkat. Kupikir hanya begitu pun sudah cukup.

"Hm? Ya, baiklah. Kamu bisa duduk di sebelah Andie. Ketua kelas di kelas ini.".

"Baik, Ms. Luna.", jawabku sambil berjalan ke arah Andie, si ketua kelas.

Andie langsung menyapaku dengan ramah. Senyumnya yang tersungging di wajahnya sangat manis. Aku suka melihatnya. Memang benar-benar ketua kelas. Dia cerdas, ramah, dan friendly. Dengan cepat aku langsung bersahabat dengannya. Pulang sekolah, kuperkenalkan Andie ke Navy. Menurut Navy pun, Andie memang ramah dan mudah berteman. 

"Kau punya kucing? Namanya siapa?", tanya Andie padaku.

"Sudah meninggal. Namanya Roro. Dia lucu dan penurut. Aku sangat suka dengan Roro. Sayang, dia telah tiada.", jawabku sambil meneteskan air mata. Roro memang kucing kesayanganku.

"Ma-maaf. Aku tak tahu kalau pertanyaanku akan membuatmu menangis.", kata Andie.

"Tidak apa..", jawabku singkat.

"Kalau boleh tahu, dia mati karena apa?", tanyanya.

Tiba-tiba, ada sesosok bapak-bapak berpenampilan formal dengan mobil Porche. Saat kulihat wajahnya...

"Ayah!? Ke-kenapa ayah..di sini!?", Aku terkejut bukan main. Aku akan dibunuhnya.
"Dialah..yang membunuh Roro!!", jeritku sambil menunjuk Ayah.

"Kau sedang apa, Serra!? Pulang, dan kembalilah ke rumah!", bentak ayah padaku. Aku sudah berjanji pada diriku. Aku akan membela diriku!

"Tidak mau! Jangan perlakukan aku seperti boneka, Ayah! aku bukan bonekamu! Selama ini..aku mengalah dan rela disiksa oleh Ayah. Semua demi Ayah. agar Ayah senang. Karena kutahu, Ayah membenciku untuk melampiaskan kekesalan ayah pada Ibu. Karena itulah aku diam! Aku diam walau harus mati! hanya untuk menyenangkan hati Ayah! Hanya demi Ayah. Dengan sikap ayah itu, Kakak jadi melampiaskan kekesalannya pada ayah kepadaku. Aku menjadi mangsa dari dua orang jahat yang egois. Yang tak tahu arti cinta dalam keluarga. Jika menyiksaku membuat kalian bahagia, siksalah aku! Aku relakan tubuhku penuh luka hanya untuk kebahagiaan keluargaku. BUKAN UNTUK KEPENTINGANKU!", Kataku panjang lebar. Andie dan Navy terbelalak mendengar ucapanku. Ayah juga. Ayah tampak geram, namun aku tak peduli.

Aku hanya ingin keluargaku kembali seperti dulu. Kembali menjadi keluarga harmonis dengan cinta di dalamnya. Bukan dengan kekerasan dan siksaan. Semua yang kuharapkan, tak pernah terwujud. Tapi tolong, untuk satu hal ini, kabulkanlah, Tuhan.

[will be continue~]








Tidak ada komentar:

Posting Komentar