Rabu, 19 Desember 2012

Broken Family [5]

'Ibu..bertahanlah, bu!', ucapku dalam hati. Entah apa yang mesti kuperbuat. Jika membela ibu, aku akan mendapat memar baru. Tapi, hanya melihat dari kejauhan juga bukanlah hal yang baik.

Beberapa menit aku berpikir. Dan kutemukan jawaban yang benar. Ya, aku akan ke sana dan melawan makhluk jahat itu. Aku tak tahu mengapa ada orang berkepribadian sama dengan ayah. Apa sih, yang mereka mau? Kurasa menyiksa orang bukanlah hal yang menyenangkan atau menarik untuk dilakukan. 

"Apa-apaan, kau!? Saat aku tertidur pulas, kau berani menyiksa ibuku? Dasar rendah!", bentakku. Tanpa basa-basi, kerah piyamaku diangkat ke atas dan aku dilemparkan ke rak buku. Kau tahu, rak buku itu terbuat dari kayu jati yang sangat kuat. Walau hanya terpeleset menabrak kayu jati itu, bisa saja mati. Dan aku? Aku dilempar ke rak buku itu. Sakit sekali. Ternyata dugaanku benar. Pasti menambah satu memar lagi.

Pergelangan tangan kananku patah. Entah apa yang bisa kuperbuat untuk menyelamatkan ibu. Tapi, demi ibu..masa bodoh aku harus mati!

Dari belakang sudut yang tak bisa ia lihat, aku mengambil kursi dan kulemparkannya ke punggung Mr.Daniel. Tak puas hanya satu kali, aku terus melemparkan kursi, vas kayu, dan berbagai barang lainnya. Aku geram melihat makhluk sepertinya. Menjijikkan, rendah, egois, dan pecundang! Aku tak akan pernah puas melemparinya dengan berbagai barang. Aku ingin membunuhnya! Aku ingin menyetrumnya dengan kabel, dan membutakan matanya dengan bubuk lada yang ingin kutebarkan. Tiada ampun..tiada ampun bagi makhluk seperti ini.

"Apa yang kau lakukan, bocah bodoh!?", bentaknya padaku. Dia sama sekali tak melemah. Aku tak tahu barang apa lagi yang bisa kulemparkan padanya. Pada makhluk biaIdab yang hanya bisa menyiksa orang dengan wajah tersenyum. 

"Jangan sebut aku bodoh! Ucapan itulah yang harus kau katakan pada dirimu sendiri. Pada dirimu yang kotor oleh sifat iblis di dalamnya.", jawabku dengan lantang. Aku tak akan gentar sampai ibu selamat. Seseorang, tolonglah datang..

Ibu hanya bisa tercengang melihat sikapku yang berani. Ibu hanya tahu aku dengan sikap penurut seperti robot tanpa banyak omong. Tapi aku bukan robot, bu. Aku masih bisa memilih yang mana yang benar, yang mana yang mesti kubela. Dan mana yang pantas dan mesti kubunuh!

Mr.Daniel tiba-tiba berjalan ke arah kotak perkakas raksasa. Dia mengambil sebatang kapak dan sebilah pisau untuk membereskan kami. Membereskan aku dan ibu yang tak bersalah.

"Kau tak perlu melawanku, Serra. Sebab kau akan mati sekarang..", katanya sambil tersenyum menyeringai.

"Hahaha! Kau tahu, aku sudah terbiasa dengan alat semacam itu. Tak adakah yang lebih tajam? Haha!", jawabku dengan lantang. Selagi ia sibuk meladeniku, aku memberi isyarat pada ibu untuk menyerangnya dari belakang dengan pisau yang ada di sebelahnya. 

"Jangan meremehkanku, anak kecil..", jawabnya yang terlihat emosi. Emosinya terpancing. Aku tak peduli lagi dengan nyawa dan misiku untuk merubah ayah. Sekarang ini, aku hanya berniat membunuh makhluk iblis ini. 

"Siapa yang meremehkanmu? Aku bukan meremehkan. Memang kau tak pantas untuk dilawan. Badanmu tidak tangguh. Tidak gagah, tidak terlihat perkasa. Hanya tumpukan lemak di perutmu.  Lemak itu akan memudahkanku untuk melawanmu. Lagi pula, aku heran dengan tubuhmu itu. Tubuhmu terlalu kurus seperti wanita, dan tidak gagah selayaknya lelaki. Aku jadi mempertimbangkan. Sebenarnya, kau pria atau wanita? Dan aku heran, kenapa ibuku mau menikahi lelaki berpostur tubuh jelek begini? Kalau aku jadi ibu, aku akan lebih memilih single selalu dari pada menikahi lelaki macam kau yang sifatnya sangat memalukan. Sangat menjatuhkan imageku.", celotehku untuk membuat perhatiannya teralihkan hanya padaku.  

Ibu sedang berusaha meraih pisau yang ada di sampingnya. Tangan ibu keseleo dan tak bisa di gerakkan. Begitu juga aku. Tanganku sudah memar sampai membiru.

"JANGAN MENCELAKU, BO..", belum sempat Mr. Daniel mengucapkan kalimatnya, ibu berhasil menusuk punggung Mr.Daniel. Dia melemah dan tak sadarkan diri. Aku memeluk ibu dan mengatakan,

"Kenapa ibu tak bilang padaku kalau ibu juga disiksa di sini? Kenapa bu..?", tanyaku pada ibu sembari memeluknya erat.

"Ibu tak mau menyusahkanmu dan ayahmu, Serra. 'juga'? Maksudmu, kamu pun disiksa!?", jawab ibu sambil terkejut. Penyiksaan ayah tak pernah kuberitahu ke siapapun kecuali keluarga Shiona dan Andie.

"Ayah terpuruk setelah ibu menceraikan ayah dengan alasan tak jelas. Ayah melampiaskan kekesalannya ke kakak. Dan kakak stress akibat perlakuan ayah tersebut. Lalu kakak yang tak kuat akan siksaan ayah, ia pun melampiaskannya padaku. Tak jarang ayah menampar dan menendangku. Tapi, aku tak pernah melawan dengan alasan, ayah dan kakak pasti bahagia jika aku terus disiksanya.", ucapku panjang lebar. Kujelaskan semua yang terjadi di rumah selagi ibu bersama Mr. Daniel.

"Maafkan ibu, Serra..", ucapnya sambil menangis tersedu-sedu. Aku hanya menangguk dan memeluknya erat. 

Tiba-tiba terdengar bunyi mobil polisi. Aku tak tahu siapa yang menelepon polisi untuk datang kemari. Tapi, siapapun yang memanggil polisi, aku sangat berterima kasih.

Mobil polisi berdatangan dan menyerbu rumah ibu dengan pistol di genggaman tangannya.
Kami diselamatkan dan di bawa ke rumah sakit terdekat dengan ambulans. Mendengar berita ini, ayah dan kakak langsung ke rumah sakit untuk menjengukku. Aku tak percaya ayah dan kakak datang dengan air mata berlinang. Mereka langsung memelukku dan mengucapkan,

"Maafkan ayah, Serra. Entah makhluk apa yang telah merasuki jiwaku. Ayah sungguh minta maaf atas kesalahan ayah padamu. Memar di tanganmu ini..semuanya karena ayah kan? Ayah memang tak pantas menjadi orang tuamu.", 

"Aku juga minta maaf, Serra. Memar di sekujur tubuhmu, kuyakin akan hilang dalam waktu dekat ini. Pasti akan hilang oleh kebaikan hati dan kesabaranmu menghadapi kami semua.", kata kak Jessy, kakakku.

"Ibu juga minta maaf, Serra. Ibulah yang menyebabkan keluarga yang kau cintai rusak.", ucap ibu sambil mengecup dahiku.

"Kalian tidak salah, kok.  Kalian tahu, aku mengorbankan nyawaku hanya untuk mengembalikan dan menyatukan kalian kembali. Memang benar, hanya untuk keluarga yang kucinta. Selama ini, yang kuharapkan hanyalah membuat ayah, kakak, dan ibu kembali kepelukkanku. Kalian sangat berharga bagiku. Aku rela mengorbankan nyawaku. Hanya untuk kalian. Keluarga yang kucintai..", kataku sambil memeluk ayah, ibu, dan kakak erat.

"Kau tahu, permohonanmu telah terkabul. Sekarang aku, dan ayah telah kembali seperti sedia kala. Berkat perjuanganmu untuk keluarga ini. Terima kasih, Serra.", kata kakak sambil menangis.

"Siapa bilang telah terkabul? Aku masih berharap ayah dan ibu rujuk kembali.", kataku sambil menatap ayah dan ibu.

"Ka-kalau Natasha mau, aku akan rujuk kembali.", jawab ayah dengan tersipu-sipu.
"A-aku mau kok. Demi anakku yang telah memperjuangkan keluarga ini.", kata ibu sambil memeluk ayah. Aku dan kakak yang melihatnya hanya tercengang melihat ibu yang tiba-tiba memeluk ayah.

Beberapa jam kemudian, Navy, Mrs. Rosse, dan Andie datang menjengukku. Rupanya, merekalah yang memanggil polisi saat melihat Mr.Daniel melemparku ke rak buku. Mereka tak bisa masuk secara gegabah dan karena pintunya pun dikunci. Aku sangat berterima kasih pada mereka. 

Saat sedang berbincang-bincang, tiba-tiba dari pintu kamarku, terlihat sosok Mr.Daniel dengan luka babak belur sambil mengucapkan,

"Kalian tak akan bersenang-senang selagi Serra masih hidup. Akan kubalaskan dendamku pada Serra..", katanya sambil tertawa menyeringai. Ini suasana yang sangat horror.

"Ka-kau masih hidup!?", seruku sangat terkejut dengan kedatangannya.

Tuhan, setelah permohonanku terkabul, dan keluargaku kembali lagi..kau berikan lagi aku ujian? Kupikir aku bisa hidup tenang setelah menghabisi Mr.Daniel. Tak kusangka dia dendam padaku.

Apa aku harus diserang lagi oleh makhluk ini? Apa aku harus merasakan lagi pedihnya disiksa? Tuhan, terima kasih telah mengabulkan permohonanku yang pertama. Namun kumohon, buatlah hidupku nyaman. Walau kutahu, hidup tak pernah mulus. Tapi, tak cukupkah siksaan yang kuterima selama ini?

[will be continue~]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar