Broken Family [1]
Serra Shie. Itu namaku. Aku hanya anak malang yang harus sekeluarga dengan keluarga berantakan ini. Aku memiliki ayah yang kejam, dan kakak yang suka melampiaskan kekesalannya padaku.
Andai saja..waktu itu ibu tidak menceraikan ayah..jika saat itu ibu tidak ada di Paris..keluarga ini tidak akan hancur. Salah ibu? Tidak juga. Aku tidak menyalahkan siapapun. Aku sebagai anak bungsu hanya bisa meratapi keluargaku yang hancur ini.
Ayah jadi kejam karena kesal diceraikan ibu. Karena kesal, ayah melampiaskannya ke kakak. Dipukul, ditampar, dihina, sudah seperti tradisi di rumah ini.
Ayah seorang direktur dan jutawan. Rumah besar, fasilitas sangat lengkap. Bahagia? Tentu tidak. Semua uang ayah, tak berarti bagiku jika ayah tetap seperti ini. Aku hanya disuruh belajar, belajar, dan belajar. Ayah memperlakukanku seperti boneka mati.
Kakak yang stress akan sikap ayah, melampiaskannya kepadaku. Dan aku? Aku hanya bisa diam dipukuli. Sikap ayah dan kakak mungkin sudah menjadi keseharianku. Dan aku hanya bisa berdoa, semoga Tuhan mengubah kembali keluarga ini ke jalan yang seharusnya.
Di sekolah pun aku tak punya teman. Prestasi aku dapatkan. Walau hanya mendapat nilai 80, ayah takpernah menghargainya. Ayah tak pernah puas akan keberhasilanku. Keberhasilanku hanya sampah di mata ayah.
"Jangan bangga dengan peringkat 1! Kau pikir kau ini sudah cerdas!? Jangan bodoh!", seru ayah sembari mendaratkan tongkatnya ke pipiku. Sakit? Seperti kau menusuk jarum ke matamu. Aku harus menahan sakitnya selama berjam-jam. Jika kalian lihat kulitku, mungkin kalian akan kaget. Kulitku jadi hitam gelam akibat penuh dengan memar.
Sesekali ada pikiran terbesit di benakku. "bunuh..bunuh..bunuh ayah!!". Namun, aku tak pernah sekalipun berniat demikian. Ayah tetaplah ayah. Seseorang yang telah merawatku hingga aku dapat meraih prestasi. Walau tak dihargai, aku tak berkecil hati.
Aku pernah memelihara satu kucing persia bernama Roro. Namun, Roro mati tahun lalu karena telah melindungiku dari pukulan ayah. Walau telah membunuh seekor kucing, ayah tak pernah merasa bersalah. Baginya, ia hanya seperti membunuh seekor semut.
Sikap ayah dan kakak yang begitu egois, tidak melumpuhkan rasa sayang dan cintaku pada keluarga ini. Ayah dan kakak tetaplah keluargaku. Orang yang selalu mendampingiku melewati hidup. Jika menyiksaku Membuat ayah dan kakak senang, aku tak keberatan. Meski harus mati, jika itu membuat mereka bahagia, aku akan melakukannya. Hanya demi keluargaku.
Keluargaku yang kucinta.
[To be continue]
Aw.. Terharu.
BalasHapus